Terapi “Wirid Menulis Nama”: Seniman dan Jurnalis Jalani Ritual Metafisika untuk Pulihkan Nasib dan Kesehatan - [HOME] Awas, Nama (Label Mental) bisa membuatmu Gagal, Sulit Jodoh, Sial, dan Sakit !

Terapi “Wirid Menulis Nama”: Seniman dan Jurnalis Jalani Ritual Metafisika untuk Pulihkan Nasib dan Kesehatan



Oleh: Supriyanto Martosuwito

Bandung – Di sebuah kamar Hotel Bukit Indah, Bandung, seorang jurnalis terkejut menyaksikan aktor dan teaterawan Otig Pakis tengah asyik menulis namanya sendiri berulang-ulang di atas selembar kertas kosong. Adegan itu mengingatkan sang jurnalis pada pengalaman pribadinya beberapa waktu lalu—saat ia juga melakukan hal serupa: menulis namanya sendiri, berderet-deret, tanpa henti.

“Dari mana ide menulis nama itu?” tanyanya penasaran.

“Dari Butet, waktu dia di rumah saya,” jawab Otig Pakis, yang kini tengah menjalani proses penyembuhan dari kanker yang dideritanya selama beberapa tahun terakhir.

Ternyata, ritual menulis nama—yang kemudian dikenal sebagai “Wirid Menulis Nama”—bukan hanya dilakukan oleh sang jurnalis dan Otig Pakis. Seniman kondang Butet Kertaredjasa dan jurnalis sekaligus dalang Sujiwo Tedjo juga menjalani terapi serupa. Semuanya bermula dari konsultasi dengan seorang pakar metafisika ternama, Dr. Arkand Bodhana Zeshaprajna, lulusan University of Metaphysics International, Los Angeles, Amerika Serikat.

 Nama Baru, Harapan Baru

Butet Kertaredjasa mengaku menjalani terapi ini setelah mengalami masa-masa kelam: sakit parah hingga terbaring selama dua tahun, ditipu hingga bangkrut, dan terlibat sengketa dengan bank. Dalam keputusasaan, seorang teman memperkenalkannya pada Arkand.

Menurut Arkand, struktur nama seseorang memiliki pengaruh besar terhadap jalan hidup dan nasibnya. “Nama Butet tidak memiliki unsur yang baik,” ungkap Arkand kala itu. Ia pun menyarankan Butet kembali menggunakan nama aslinya: Bambang Ekoloyo Butet Kartaredjasa.

Hal serupa dialami Sujiwo Tedjo, yang kini menggunakan nama Arya Sujiwo Tedjo. Keduanya diminta menulis nama baru mereka setiap malam selama 90 hari sebelum tidur, sambil berdoa memohon apa yang diinginkan.

“Semua yang hilang kembali,” ujar Sujiwo Tedjo, yang bahkan memamerkan hasil tulisan wiridnya kepada para tamu yang berkunjung ke rumahnya.

 Seni Menulis Nama sebagai Terapi Spiritual

Berbeda dengan Sujiwo dan sang jurnalis yang menulis nama dalam barisan lurus, Otig Pakis dan Butet Kertaredjasa menambahkan sentuhan artistik: mereka menggambar sketsa di kertas sebelum menuliskan nama di atasnya. Proses ini, menurut mereka, bukan sekadar ritual, tapi bentuk meditasi dan afirmasi spiritual.

“Saya melihat sendiri Butet menulis namanya di tengah malam, meminta anaknya mengambil buku dan pulpen,” kenang sang jurnalis saat berkunjung ke rumah Butet di Bantul, Yogyakarta.

 Metafisika Nama dan Nasib Bangsa

Arkand Bodhana Zeshaprajna, yang memulai studi metafisika sejak SMA De Britto Yogyakarta pada 1987, dikenal luas sebagai konsultan nama internasional. Ia percaya bahwa nama—baik individu maupun negara—memiliki Synchronicity Value dan Coherence Value yang menentukan kualitas takdir.

Dalam situs pribadinya, Arkand.com, ia menulis bahwa banyak negara maju memiliki struktur nama yang “berkualitas tinggi”, sementara negara berkembang atau miskin justru memiliki struktur nama yang “rendah”. Sebagai contoh, ia menyebut perubahan nama dari Khmer menjadi Kampuchea, Burma menjadi Myanmar, Zaire menjadi Kongo, hingga Turki menjadi Türkiye.

Ia bahkan pernah mengkritik nama “Indonesia”, yang menurutnya memiliki Synchronicity Value hanya 0,5 dan Coherence Value 0,2—angka yang sangat rendah. “Kata ‘Indonesia’ bukan berasal dari putra bangsa, dan strukturnya buruk. Itu tercermin dalam kondisi bangsa yang terseok-seok,” ujarnya.

Pada 2014, Arkand mengusulkan agar nama negara diganti menjadi Nusantara—sebuah gagasan yang kini mulai diwujudkan melalui pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Sayangnya, Arkand meninggal dunia pada Oktober 2020, sebelum IKN benar-benar berdiri.

 Dari Reuni ke Ritual Pemulihan

Sang jurnalis sendiri mulai menjalani terapi ini setelah bertemu almarhum Neta Pane—mantan Ketua Presidium Indonesia Police Watch—dalam sebuah reuni alumni Pos Kota Grup di Blok M, Jakarta Selatan. Neta, yang dulu bernama Neta Saputra Pane, menghilangkan “Saputra” atas saran pakar metafisika, dan hanya menggunakan Neta Pane.

Terinspirasi, sang jurnalis pun berkonsultasi dengan pakar metafisika yang sama dan diminta kembali ke nama aslinya—nama yang kini digunakan di media sosialnya. “Saya tak pernah menceritakan ini pada siapa pun, kecuali disaksikan oleh Mas Dharmanto dan almarhum Neta Pane,” katanya.

Kini, ia menyadari bahwa ia tidak sendirian. Otig Pakis, Butet Kertaredjasa, dan Sujiwo Tedjo—para tokoh yang ia kagumi—juga menjalani “Wirid Menulis Nama” sebagai jalan pulih dari luka, sakit, dan nasib buruk.

Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, ritual sederhana menulis nama sendiri berulang kali ternyata menjadi jembatan spiritual bagi banyak orang—menghubungkan identitas, harapan, dan takdir. Dan siapa tahu? Mungkin, di balik goresan tinta itu, tersembunyi kekuatan yang mampu mengubah hidup.

 

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Terapi “Wirid Menulis Nama”: Seniman dan Jurnalis Jalani Ritual Metafisika untuk Pulihkan Nasib dan Kesehatan"

Posting Komentar

wa